Thursday, September 24, 2009

Memahami Bahwa Nikah Sebagai Sarana Menuju Tatanan Kehidupan Yang Salamah

Ayat tentang Pernikahan :

1) Surah An-Nur Ayat 32

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (32)

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahaya kamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahaya kamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur : 32)

ü Penafsiran Ayat

Ayat ini menceritakan perintah untuk para pemilik budak dan para wali agar membantu budak-budak mereka bahkan semua yang tidak memiliki pasangan hidup agar mereka juga memelihara diri dan kesucian mereka. Ayat ini menyatakan: Hai para wali, para penanggung jawab bahkan seluruh kaum muslimin: Perhatikanlah siapa yang berada di sekeliling kamu dan kawinkanlah yakni bantulah agar dapat kawin orang-orang yang sendirian diantara kamu, agar mereka hidup tenang dan terhindar dari perbuatan zina dan yang haram lainnya dan demikian juga orang-orang yang layak membina rumah tangga dari hamba-hamba sahaya kamu yang laki-laki maupun perempuan. Mereka juga manusia yang perlu menyalurkan kebutuhan seksualnya. Allah menyediakan buat mereka kemudahan hidup terhormat, karena jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui segala sesuatu.

Kata { } al-ayama adalah bentuk jamak dari { } ayyim yang pada mulanya berarti perempuan yang tidak memiliki pasangan. Tadinya kata ini hanya digunakan untuk para janda, tetapi kemudian meluas sehingga mencakup juga gadis-gadis dan pria yang hidup membujang, baik jejaka maupun duda. Kata tersebut bersifat umum, sehingga termasuk juga, bahkan lebih-lebih wanita tuna susila. Ayat ini bertujuan menciptakan lingkungan yang sehat dan religius, sehingga dengan mengawinkan para tuna susila, maka masyarakat secara umum dapat terhindar dari prostitusi serta dapat hidup dalam suasana bersih.

Kata { } shalihin dipahami oleh banyak ulama dalam arti yang layak kawin yakni yang mampu secara mental dan spiritual untuk membina rumah tangga, bukan berarti yang taat beragama. Bahkan Ibnu ‘Asyur berpendapat bahwa yang tidak memiliki ketaqwaan dan kesalehan lebih perlu untuk diperhatikan dan dibantu. Perintah ini dapat merupakan perintah wajib jika pengabaiannya melahirkan kemudlaratan agama dan masyarakat, dan bila tidak mengakibatkan hal tersebut maka ia dalam pandangan Imam Malik adalah anjuran, atau mubah dalam pandangan Imam Syafi’i.

2) Surah Ar-Rum Ayat 21

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ

لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (21)

“Dan di antara tanda-tanda-Nya adalah Dia menciptakan untuk kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, supaya kamu tenang kepadanya, dan di jadikan-Nya di antara kamu mawaddah dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Rum: 21).

ü Penafsiran Ayat

Ayat ini menguraikan tentang pengembangbiakan manusia serta bukti kuasa dan rahmat Allah dalam hal tersebut. Ayat di atas melanjutkan pembuktian yang lalu dengan menyatakan bahwa: Dan juga di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah dia menciptakan untuk kamu secara khusus pasangan-pasangan hidup suami atau istri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu tenang dan tentram serta cenderung kepadanya yakni kepada masing-masing pasangan itu, dan di jadikan-Nya di antara kamu mawaddah dan rahmat Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir tentang kuasa dan nikmat Allah.

Kata { } taskunu terambil dari kata { } sakana yaitu diam, tenang setelah sebelumnya goncang dan sibuk. Dari sini, rumah dinamai sakan karena dia tempat memperoleh ketenangan setelah sebelumnya si penghuni sibuk di luar rumah. Perkawinan melahirkan ketenangan batin. Setiap jenis kelamin-pria atau wanita, jantan atau betina – di lengkapi Allah dengan alat kelamin, yang tidak dapat berfungsi secara sempurna jika ia berdiri sendiri. Kesempurnaan eksistensi makhluk hanya tercapai dengan bergabungnya masing-masing pasangan dengan pasangannya apalagi masing-masing ingin mempertahankan eksistensi jenisnya. Dari sini Allah menciptakan pada diri mereka naluri seksual. Karena itu, setiap jenis tersebut merasa perlu menemukan lawan jenisnya, dan ini, dari hari ke hari memuncak dan mendesak pemenuhannya. Dia akan merasa gelisah, pikirannya akan kacau, dan jiwanya akan terus bergejolak jika penggabungan dan kesersamaan dengan pasangan itu tidak terpenuhi. Karena itu, Allah mensyariatkan bagi manusia perkawinan, agar kekacauan pikiran dan gejolak jiwa itu mereda dan masing-masing memperoleh ketenangan. Itulah antara lain maksud kata li taskunu ilaiha.

Kata { } ilaiha yang merangkai kata { } li taskunu mengandung makna cenderung/menuju kepadanya, sehingga penggalan ayat di atas bermakna Allah menjadikan pasangan suami istri masing-masing merasakan ketenangan di samping pasangannya serta cenderung kepadanya.

3) Surah An-nisa’ Ayat 3

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ

خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا (3)

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (bila menikahi) anak-anak yatim, maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu tidak akan bisa berlaku adil, maka seorang sajalah, atau hamba sahaya yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih memungkinkan kamu terhindar dari berlaku sewenang-wenang. (QS.an-Nisa’:3)\


ü Penafsiran Ayat

Dalam ayat ini kita bertemu lanjutan tentang memelihara anak yatim dan bertemu pula keizinan dari Tuhan untuk beristri lebih dari satu, sampai dengan empat. Tetapi jika tidak dapat berbuat adil diantara dua orang istri atau istri-istri (lebih dari dua) maka kamu harus memegang satu istri saja. Dan apabila tidak mampu untuk menikahi anak yatim dengan alasan tidak mampu menjaga hartanya, maka janganlah menikahi anak yatim. Maka menikahlah dengan wanita-wanita lain yang kamu senangi. Maksudnya ambil mana yang halal bagi kamu.

Hendaklah kau mencukupkan hanya dengan seorang istri dari wanita-wanita merdeka dan bersenang-senanglah dengan wanita yang kamu sukai dan hamba-hamba wanita, karena tidak ada kewajiban berbuat adil di antara mereka. Tetapi, mereka hanya berhak mendapat kecukupan nafkah, sesuai dengan standar yang berlaku di kalangan mereka.


DAFTAR PUSTAKA

o Shihab, Quraisy, Tafsir Al-Mishbah, 2002, Lentera Hati.Jakarta

o Hamka, Prof. Dr. , Tafsir Al-Azhar, 1983. PT. Pustaka Panjimas, Jakarta

o Al-Maraghi, Musthofa, Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, 1987, CV. Toha Putra, Semarang

0 komentar :

Post a Comment

Terima kasih atas commentnya, Comment anda sangat bermanfaat bagi saya... Semoga bermanfaat.