Friday, April 16, 2010

HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian Harta Bersama dan Konsep Syirkah

Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud dengan harta bersama ialah harta yang diperoleh secara bersama di dalam perkawinan. Istilah penyebutan harta bersama ini pada masing-masing daerah di Indonesia berbeda-beda. Misalnya orang jawa menyebut dengan nama gono-gini. Harta saurang bagi orang minang kabau, sekalipun berbeda dalam penyebutan nama tetap sama dalam pengertian yakni harta yang diperoleh selama perkawinan.

Fathurrahman dalam bukunya ilmu waris memberikan definisi harta bersama ialah harta kekayaan yang diperoleh suami-istri selam berlangsungnya perkawinan, dimana keduanya bekerja untuk kepentingan rumah tangga. Bekerja hendaknya diartikan secara luas, sehingga istri yang kerjanya tidak nyata menghasilkan kekayaan bersama.

Sedangkan pengertian harta bersama menurut undang-undang hukum perdata adalah demi hukum terjadilah kebersamaan harta menyeluruh antara kekayaan suami dan kekayaan istri sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan lain dalam perjanjian kawin. Dari berbagai definisi harta bersama diatas, terutama bagi hukum islam yang mana tidak memberi gambaran yang utuh tentang persoalan harta bersama sebagimana dalam undang-undang hukum perkawinan, kecuali membicarakan dalam kontek Syirkah atau perkongsian, sebagaimana dasar hukum yang memperbolehkan Syirkah adalah hadis Qudsi :

Allah berfirman aku adalah kongsi ketiga dari dua orang yang berkongsi, selama salah seorang kongsi tadi tidak menghianati kongsi yang lain, apabila menghianati perkongsian itu, aku akan keluar dari perkongsian itu (HR Abu Dawud )

Syirkah mempunyai jenis yang beragam antara lain Syirkah Anan, Syirkah Mufawwadhoh dan Syirkah Abdan. Syirkah Anan ialah perkongsian dua orang yang mempunyai kekuasaan menjalankan harta dan membubarkan akadnya dan mereka berdua berhak mendapatkan keuntungan menurut kadar hartanya. Syirkah mufawwadhoh ialah perkongsian dimana masing-masing pihak harus terlibat penuh. Misalnya ia harus ikut menjual dan menjual barang yang akan dijual. Syirkah Abdan ialah perkongsian dua orang atau lebih untuk sama-sama bekerja dan upah yang mereka peroleh dari pekerjaan itu akan dibagi mereka munurut perjanjian semula. Setelah dikemukakan definisi harta bersama dan dikemukakan pula berbagai konsep Syirkah dalam hukum islam, maka manakah diantara tiga macam Syirkah yang mendekati dan sama dengan pengerian harta bersama. Dalam menanggapi hal ini tentunya tidak semua orang mempunyai jawaban yang sama. Misalnya Ismuha berpendapat bahwa harta bersama dalam perkawina lebih dekat kepada pengertian Syirkah Abdan atau syirkah mufawwadhoh, alasan Ismuha bahwa pada umumnya suami-istri paada masyarakat Indonesia sama-sama bekerja membanting tulang berusaha mendapatkan nafkah hidup sehari-hari dan sekedar harta simpanan untuk masa tua mereka.

B. Proses Terjadinya Harta Bersama

1. Menurut Hukum Islam

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa syirkah adalah cara yang diperbolehkan dalam islam untuk membantu harta bersama dalam perkawinan, menurut Ibrahim Husen ada cara lain yang dapat dikategorikan kepada cara-cara yang dapat membentuk harta bersama antara lain : qirod, musaqoh, dan sebagainya. Maksudnya bahwa dalam keluarga, dimana pihak yang berusaha mencari harta hanya suami atau istri, maka bagi pihak yang tidak berusaha mencari harta dapatlah ikut dipandang mempunyai hak dalam harta yang dihasilkan dengan dasar bahwa tenaga yang telah diberikan oleh pihak yang tidak terlibat dapat dipandang sebagai unsur modal.

2. Menurut Hukum Perdata

Menurut hukum perdata bahwa sejak dimulai perkawinan, maka sejak itu pula dimulai percampuran harta dalam perkawinan, asalkan keduanya tidak mengadakan perjanjian pemisahan harta sebelumnya atau pada saat perkawinan dimulai. Percampuran harta bersama tidak hanya terbatas pada harta yang diperoleh selama perkawinan, tetapi juga menyangkut seluruh aktiva dan pasiva (modal dan utang) yang dibawa oleh masing-masing pihak. Kekayaan dalam undang-undang dinamakan Gemenschap, dalam pasal 140 KUH perdata ayat 3 dinyatakan hak suami dapat dibatasi bila ada perjanjian .

Dari pernyataan diatas jelaslah bahwa definisi harta bersama semakin sederhana menjadi harta bersama antara suami dan istri adalah harta bersama yang diperoleh setelah perkawinan berlangsung tidak ada syarat lain yang menyatakan istri harus aktif berusaha membantu suami secara nyata, oleh karena itu alasan apapun yang di ungkapkan suami yang menyatakan bahwa semua harta adalah hasil jerih payah dan usahanya, sedang istri hanya tinggal dirumah tidak mampu menghilangkan wujud harta bersama serta hak dan kedudukan istri sebagai partner yang ikut memiliki harta bersama.

C. Ruang Lingkup Harta Bersama

Yang dimaksud dengan ruang lingkup harta bersama adalah mencoba memberi penjelasan bagaimana cara menentukan suatu harta termasuk obyek harta bersama antara suami istri dalam suatu perkawinan walaupun undang-undang telah menentukan suatu harta termasuk obyek harta bersama, bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan dengan sendirinya menurut hukum menjadi harta bersama, akan tetapi tidak sesederhana itu penerapannya, analisis dan ketrampilan itu yang akan diuraikan melalui pendekatan yurisprudensi dan keputusan pengadilan.

1. Harta yang dibeli selama perkawinan

Pijakan pertama yang menentukan apakah suatu barang termasuk obyek harta bersama atau tidak, ditentukan saat pembelian. Setiap barang yang diperoleh setelah perkawinan harta tersebut menjadi obyek harta bersama suami istri tanpa mempersoalkan

a. Apakah istri atau suami yang membeli

b. Apakah harta terdaftar atas nama suami atau istri

c. Dimana letak harta tersebut

2. Barang yang dibangun sesudah perceraian yang dibiayai oleh harta bersama.

Patokan berikut untuk menentukan suatu barang termasuk obyek harta bersama ditentukan oleh asal uang pembelian atau pembangunan barang yang akan bersangkutan, meskipun barang itu di beli atau di bangun setelah perceraian, misalnya suami istri selama perkawinan berlangsung mempunyai harta dan simpanan kemudian terjadi perceraian, dari uang simpanan tersebut, suami membeli atau membangun rumah, dalam kasus yang seperti ini rumah yang dibeli atau di bangun tetap menjadi obyek harta bersama meskipun sesudah perceraian.

3. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan

Semua harta yang diperoleh selama perkawinan dengan sendirinya menjadi harta bersama, namun ketika terjadi sengketa pihak yang digugat menganggap bahwa harta tersebut bukan harta bersama melainkan harta pribadi mereka mempunyai dalih atas hak kewarisan atau hibah, apabila tergugat mengajukan dalih yang seperti itu maka untuk menentukan apakah suatu barang menjadi obyek harta bersama atau tidak, ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilan penggugat membuktikan bahwa harta yang digugat benar-benar diperoleh dalam perkawinan.

4. Penghasilan harta bersama dan harta bawaan

Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama sudah pasti akan menambah jumlah harta bersama, karena tumbuhnya berasal dari harta bersama, akan tetapi penghasilan dari harta pribadi pun akan menjadi obyek harta bersama, dengan demikian fungsi harta pribadi dalam perkawinan ikut menopang kesejahteraan keluarga. Sekalipun hak dan kepemilikan harta pribadi mutlak dibawah kekuasaan pemiliknya namun tak lepas dari kepentingan keluarga, barang pokoknya memang tidak boleh diganggu gugat tetapi hasil yang diperoleh menjadi harta bersama, ketentuan ini berlaku sepanjang suami tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

5. Segala Penghasilan Pribadi Suami Istri

Menurut keputusan MA tanggal 11 Maret 1971 No. 454 K/sip/1970 “ segala penghasilan pribadi suami istri baik keuntungan yang diperoleh perdagangan masing-masing, perolehan masing-masing sebagai pegawai jatuh menjadi harta bersama suami istri, sepanjang mengenai penghasilan pribadi suami istri tidak terjadi pemisahan bahkan dengan sendirinya terjadi perhubungan sepanjang suami tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

D. Pengaruh Perjanjian Perkawinan Terhadap Harta Bersama

Perjanjian perkawinan ialah perjanjian yang dibuat oleh calon suami dan istri sebelum dilangsungkan perkawinan., untuk mengatur akibat perkawinan ini lebih bersifat kekeluargaan dan dibuat dengan tujuan :

1. membatasi atau meniadakan sama sekali kebersamaan harta kekayaan menurut undang-undang

2. pemberian hadiah kepada istri atau sebaliknya atau pemberian timbal balik antara suami istri

3. membatasi kekuasaan suami terhadap barang bersama yang ditentukan undang-undang.

4. pemberian pihak ketiga kepada suami istri.

Mengenai pengurusan harta bersama menurut undang-undang, suami sendirilah yang mengurus harta kekayaan, suami berwenang melakukan berbagi perbuatan atas kebersamaan harta kekayaan tersebut, ini berarti bahwa istri tidak dapat mencampuri kepengurusan itu, jadi suami mempunyai kekuasaan yang besar terhadap barang milik bersama, praktisnya dia dapat menjual tanpa sepengetahuan istri, oleh sebab itu, ketentuan hukum perdata mengandung beberapa cara untuk melindungi kekayaan istri terhadap pengurusan buruk oleh suami, salah satunya dengan melakukan perjanjian perkawinan.

Dalam sistem baru yang berlaku di Indonesia, dimungkinkan adanya perubahan atas harta perkawinan sebagaimana diatur dalam undang-undang pasal 29 ayat 4,berbunyi : selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali jika kedua belah pihak telah ada perjanjian untuk mengubah dan perubahan itu tidak merugikan pihak ketiga. Maka akibat hukum yang terjadi karena ada perjanjian perkawinan antara suami-istri menurut undang-undang No.1tahun 1974 sebagai berikut :

1. Perjanjian mengikat suami istri

2. Perjanjian mengikat pihak ketiga yang berkepentingan

3. Perjanjian hanya dapat berubah dengan persetujuan dari kedua belah pihak dan tidak merugikan orang ketiga serta disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.

Dari sini sangat jelas terlihat perbedaan yang prinsip antara undang-undang perkawinan dan hukum perdata, tekanan hukum perdata pada persatuan harta kekayaan, sedangkan undang-undang perkawinan lebih terbuka tidak saja menyangkut perjanjian kebendaan tapi juga yang lain. Selain itu perbedaan dapat dilihat dalam perjanjian perkawinan, dalam KUH perdata ditentukan apabila tidak ada perjanjian maka sejak perkawinan terjadi penyatuan harta bersama suami istri, sebaliknya dalam undang-undang perkawinan apabila tidak ada perjanjian maka harta tetap dikuasai oleh masing-masing pihak.

Dari uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan :

Ø harta bersama dalam konteks islam disamakan dengan syirkah Abdan

Ø adanya kesamaan pengertian harta bersama antara hukum islam dengan hukum perdata dalam proses terbentuknya harta bersama .

Ø tidak akan hilang wujud kebersamaan dalam penguasaan istri dalam harta bersama meskipun istri hanya mengurus dirumah.

Ø Adanya perbedaan antara undang-undang perkawinan yang menyatakan bahwa apabila dalam perkawinan tidak ada perjanjian maka harta tersebut menjadi milik masing-masing suami istri, berbeda dengan KUH perdata yang menyatakan apabila tidak perjanjian perkawinan, maka sejak perkawinan terjadi penyatuan harta bersama.

Daftar Pustaka

1. Prof. Dr. H. Muhammad Daud Ali SH. Hukum Islam, Raja Grafindo Persada. Jakarta : 2004

2. Drs. Fatkhurrahman, Ilmu Waris, Al-Ma'arif, Bandung 1971

0 komentar :

Post a Comment

Terima kasih atas commentnya, Comment anda sangat bermanfaat bagi saya... Semoga bermanfaat.