Monday, October 17, 2011

Meninjau Secara Umum Terhadap Teori Perikatan Di Indonesia

Menurut hukum perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih yang terletak didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu, sedangkan menurut Vollmar bahwa ditinjau dari isinya, perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur kalau perlu dengan bantuan hakim. Pengertian prestasi adalah apabila dua orang mengadakan perjanjian ataupun apabila undang-undang dengan terjadinya suatu peristiwa untuk menciptakan suatu perikatan untuk memenuhi sesuatu kewajiban.

Perikatan memiliki empat unsur, yaitu : a) hubungan hukum, b) kekayaan, c) pihak-pihak dan d) prestasi (obyek hukum). Hubungan hukum adalah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan hak pada satu pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak lainnya. Apabila satu pihak tidak mengindahkan ataupun melanggar hubungan tadi, lalu hukum memaksakan supaya hubungan tersebut dipenuhi ataupun dipulihkan kembali. Untuk menilai suatu hubungan hukum perikatan atau bukan, maka hukum mempunyai kriteria tertentu yaitu ukuran-ukuran yang digunakan terhadap sesuatu hubungan hukum sehingga hubungan hukum itu dapat disebutkan suatu perikatan.

Didalam perkembangan sejarah, apa yang dipakai sebagai kriteria itu tidak tetap, dahulu yang menjadi kriteria ialah hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang atau tidak. Apabila hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang, maka hubungan hukum tersebut merupakan suatu perikatan. Sekalipun suatu hubungan hukum itu tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi kalau masyarakat atau rasa keadilan menghendaki agar suatu hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukum pun akan melekatkan akibat hukum pada hubungan tersebut sebagai suatu perikatan.

Apabila hubungan hukum tadi dijajaki lebih jauh lagi maka hubungan hukum itu harus terjadi antara dua orang atau lebih, yaitu pihak yang aktif adalah kreditur atau yang berpiutang dan pihak yang pasif adalah debitur atau yang berutang. Mereka ini yang disebut subyek perikatan. Seorang debitur harus selamanya diketahui, karena seseorang tentu tidak dapat menagih dari seseorang yang tidak dikenal, lain halnya dengan kreditur boleh merupakan seseorang yang tidak diketahui, artinya penggantian kreditur dapat terjadi secara sepihak tanpa bantuan debitur, bahkan dalam lalu lintas perdagangan yang tertentu penggantian itu telah disetujui terjadi sejak semula. Apabila dalam suatu perikatan kreditur itu ditentukan atau dikenal, maka kreditur yang seperti ini disebut kreditur yang memiliki gugatan atas nama (vordering op naam). Dengan demikian maka penggantian kedudukan debitur hanya dapat terjadi apabila kreditur telah memberikan persetujuan, misalnya pengambilalihan utang (schuldoverneming)

Didalam perikatan pihak-pihak kreditur dan debitur itu dapat diganti. Penggantian debitur harus diketahui atau persetujuan kreditur, sedangkan penggantian kreditur dapat terjadi secara sepihak, bahkan untuk hal-hal tertentu pada saat suatu perikatan lahir antara pihak-pihak, secara apriori disetujui hakikat penggantian kreditur. Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus satu orang kreditur dan sekurang-kurangnya satu orang debitur, namun tidak menutup kemungkinan dalam satu perikatan itu tedapat beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.

Seorang kreditur dapat mengalihkan haknya atas prestasi kepada kreditur baru, hak mana adalah merupakan hak-hak pribadi yang kualitatif, sehingga kewajiban memenuhi prestasi dari debitur dinamakan kewajiban kualitatif Penggantian kreditur dapat pula terjadi dengan subrogasi. Menurut Asser"s (Handeling tot de beofening van het Ned Burgerlijkrecht, 1967) bahwa sejak saat suatu perikatan dilakukan, pihak kreditur dapat memberikan persetujuan untuk adanya penggantian debitur, misalnya didalam sutu perjanjian jual beli dapat dijanjikan seseorang itu membeli untuk dirinya sendiri dan untuk pembeli-pembeli yang berikutnya. Apabila didalam jual beli ini debitur (pembeli) belum melunaskan seluruh harga beli, maka dalam hal benda itu dialihkan kepada pembeli baru, maka kewajiban untuk membayar tersebut dengan sendirinya beralih kepada pembali itu. Kedudukan debitur dapat berganti dapat atau beralih dengan subrogasi.

Menurut pasal 1234 KUHPerdata, bahwa prestasi dibedakan atas : a) memberikan sesuatu, b) berbuat sesuatu, c) tidak berbuat sesuatu. Kedalam perikatan untuk memberikan sesuatu termasuk pemberian sejumlah uang, memberi benda untuk dipakai (menuewa), penyerahan hak milik atas benda tetap dan bergerak, perikatan untuk melakukan sesuatu misalnya membangun rumah, sedangkan perikatan untuk tidak melakukan sesuatu misalnya A membuat perjanjian dengan B ketika menjual apoteknya untuk tidak menjalankan usaha apoteknya dalam daerah yang sama.

Sumber perikatan menurut Pasal 1352 KUHPerdata, bahwa perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang saja (uit de wet alleen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang (uit de wet ten gevolge van's mensen toedoen), sedangkan pasal 1353 KUHPerdata mengatakan bahwa perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad).

Perikatan yang bersunber dari undang-undang semata-mata adalah perikatan yang dengan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu, ditetapkan melahirkan suatu hubungan hukum (perikatan) diantara pihak-pihak yang bersangkutan, terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut, misalnya kematian dengan meninggalnya seseorang, maka perikatan yang pernah mengikat orang tersebut beralih kepada ahli warisnya, demikian pula kelahiran anak timbul perikatan antara ayah dan ank, dimana si ayah wajib memelihara anak tersebut. Menurut pasal 1321 KUHPerdata, bahwa tiap-tiap anak wajib memberi nafkah kepada orang tuanya dan para keluarga sedarahnya dalam garis keatas apabila mereka dalam keadaan miskin.

Perkatan yang bersumber dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang maksudnya ialah bahwa dengan dilakukannya serangkaian tingkah laku oleh seseorang, maka undang-undang melekatkan akibat hukum berupa perikatan terhadap orang tersebut. Tingklah laku sesorang tadi mungkin merupakan perbuatan yang menurut hukum dibolehkan undang-undang atau mungkin pula merupakan perbuatan yang tidak dibolehkan undang-undang (melawan hukum). Perikatan sebagai akibat perbuatan orang yang melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata bahwa undang-undang menetapkan kewajiban orang itu untuk memberi ganti rugi. Dengan meletakan kewajiban memberi ganti rugi antara orang yang melakukan perbuatan yang melawan hukum kepada orang yang menderita kerugian karena perbuatan itu, lahirlah suatu perikatan diluar kemauan kedua orang tersebut, sedangkan perikatan akibat perbuatan mengurus kepentingan orang lain secara suka rela (zaakwaarneming) diatur dalam pasal 1354 KUHPerdata yang menyatakan jika seseorang dengan sukarela, tanpa mendapat perintah untuk itu, mengurus urusan orang lain, maka Ia berkewajiban untuk meneruskan menyelesaikan urusan tersebut hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Pihak yang kepentingannya diwakili diwajibkan memenuhi perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh si wakil itu atas namanya, dan mengganti semua pengeluaran yang sudah dilakukan oleh si wakil tadi.

Sumber pustaka : Mariam,D.B., Sutan Remy .S., Heru.S., Faturrahman Dj., dan Taryana Soenandar. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan., Ed. Pertama., Citra Aditya Bakti., Bandung.

Menurut hukum perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih yang terletak didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu, sedangkan menurut Vollmar bahwa ditinjau dari isinya, perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur kalau perlu dengan bantuan hakim. Pengertian prestasi adalah apabila dua orang mengadakan perjanjian ataupun apabila undang-undang dengan terjadinya suatu peristiwa untuk menciptakan suatu perikatan untuk memenuhi sesuatu kewajiban.

Perikatan memiliki empat unsur, yaitu : a) hubungan hukum, b) kekayaan, c) pihak-pihak dan d) prestasi (obyek hukum). Hubungan hukum adalah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan hak pada satu pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak lainnya. Apabila satu pihak tidak mengindahkan ataupun melanggar hubungan tadi, lalu hukum memaksakan supaya hubungan tersebut dipenuhi ataupun dipulihkan kembali. Untuk menilai suatu hubungan hukum perikatan atau bukan, maka hukum mempunyai kriteria tertentu yaitu ukuran-ukuran yang digunakan terhadap sesuatu hubungan hukum sehingga hubungan hukum itu dapat disebutkan suatu perikatan.

Didalam perkembangan sejarah, apa yang dipakai sebagai kriteria itu tidak tetap, dahulu yang menjadi kriteria ialah hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang atau tidak. Apabila hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang, maka hubungan hukum tersebut merupakan suatu perikatan. Sekalipun suatu hubungan hukum itu tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi kalau masyarakat atau rasa keadilan menghendaki agar suatu hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukum pun akan melekatkan akibat hukum pada hubungan tersebut sebagai suatu perikatan.

Apabila hubungan hukum tadi dijajaki lebih jauh lagi maka hubungan hukum itu harus terjadi antara dua orang atau lebih, yaitu pihak yang aktif adalah kreditur atau yang berpiutang dan pihak yang pasif adalah debitur atau yang berutang. Mereka ini yang disebut subyek perikatan. Seorang debitur harus selamanya diketahui, karena seseorang tentu tidak dapat menagih dari seseorang yang tidak dikenal, lain halnya dengan kreditur boleh merupakan seseorang yang tidak diketahui, artinya penggantian kreditur dapat terjadi secara sepihak tanpa bantuan debitur, bahkan dalam lalu lintas perdagangan yang tertentu penggantian itu telah disetujui terjadi sejak semula. Apabila dalam suatu perikatan kreditur itu ditentukan atau dikenal, maka kreditur yang seperti ini disebut kreditur yang memiliki gugatan atas nama (vordering op naam). Dengan demikian maka penggantian kedudukan debitur hanya dapat terjadi apabila kreditur telah memberikan persetujuan, misalnya pengambilalihan utang (schuldoverneming)

Didalam perikatan pihak-pihak kreditur dan debitur itu dapat diganti. Penggantian debitur harus diketahui atau persetujuan kreditur, sedangkan penggantian kreditur dapat terjadi secara sepihak, bahkan untuk hal-hal tertentu pada saat suatu perikatan lahir antara pihak-pihak, secara apriori disetujui hakikat penggantian kreditur. Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus satu orang kreditur dan sekurang-kurangnya satu orang debitur, namun tidak menutup kemungkinan dalam satu perikatan itu tedapat beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.

Seorang kreditur dapat mengalihkan haknya atas prestasi kepada kreditur baru, hak mana adalah merupakan hak-hak pribadi yang kualitatif, sehingga kewajiban memenuhi prestasi dari debitur dinamakan kewajiban kualitatif Penggantian kreditur dapat pula terjadi dengan subrogasi. Menurut Asser"s (Handeling tot de beofening van het Ned Burgerlijkrecht, 1967) bahwa sejak saat suatu perikatan dilakukan, pihak kreditur dapat memberikan persetujuan untuk adanya penggantian debitur, misalnya didalam sutu perjanjian jual beli dapat dijanjikan seseorang itu membeli untuk dirinya sendiri dan untuk pembeli-pembeli yang berikutnya. Apabila didalam jual beli ini debitur (pembeli) belum melunaskan seluruh harga beli, maka dalam hal benda itu dialihkan kepada pembeli baru, maka kewajiban untuk membayar tersebut dengan sendirinya beralih kepada pembali itu. Kedudukan debitur dapat berganti dapat atau beralih dengan subrogasi.

Menurut pasal 1234 KUHPerdata, bahwa prestasi dibedakan atas : a) memberikan sesuatu, b) berbuat sesuatu, c) tidak berbuat sesuatu. Kedalam perikatan untuk memberikan sesuatu termasuk pemberian sejumlah uang, memberi benda untuk dipakai (menuewa), penyerahan hak milik atas benda tetap dan bergerak, perikatan untuk melakukan sesuatu misalnya membangun rumah, sedangkan perikatan untuk tidak melakukan sesuatu misalnya A membuat perjanjian dengan B ketika menjual apoteknya untuk tidak menjalankan usaha apoteknya dalam daerah yang sama.

Sumber perikatan menurut Pasal 1352 KUHPerdata, bahwa perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang saja (uit de wet alleen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang (uit de wet ten gevolge van's mensen toedoen), sedangkan pasal 1353 KUHPerdata mengatakan bahwa perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad).

Perikatan yang bersunber dari undang-undang semata-mata adalah perikatan yang dengan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu, ditetapkan melahirkan suatu hubungan hukum (perikatan) diantara pihak-pihak yang bersangkutan, terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut, misalnya kematian dengan meninggalnya seseorang, maka perikatan yang pernah mengikat orang tersebut beralih kepada ahli warisnya, demikian pula kelahiran anak timbul perikatan antara ayah dan ank, dimana si ayah wajib memelihara anak tersebut. Menurut pasal 1321 KUHPerdata, bahwa tiap-tiap anak wajib memberi nafkah kepada orang tuanya dan para keluarga sedarahnya dalam garis keatas apabila mereka dalam keadaan miskin.

Perkatan yang bersumber dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang maksudnya ialah bahwa dengan dilakukannya serangkaian tingkah laku oleh seseorang, maka undang-undang melekatkan akibat hukum berupa perikatan terhadap orang tersebut. Tingklah laku sesorang tadi mungkin merupakan perbuatan yang menurut hukum dibolehkan undang-undang atau mungkin pula merupakan perbuatan yang tidak dibolehkan undang-undang (melawan hukum). Perikatan sebagai akibat perbuatan orang yang melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata bahwa undang-undang menetapkan kewajiban orang itu untuk memberi ganti rugi. Dengan meletakan kewajiban memberi ganti rugi antara orang yang melakukan perbuatan yang melawan hukum kepada orang yang menderita kerugian karena perbuatan itu, lahirlah suatu perikatan diluar kemauan kedua orang tersebut, sedangkan perikatan akibat perbuatan mengurus kepentingan orang lain secara suka rela (zaakwaarneming) diatur dalam pasal 1354 KUHPerdata yang menyatakan jika seseorang dengan sukarela, tanpa mendapat perintah untuk itu, mengurus urusan orang lain, maka Ia berkewajiban untuk meneruskan menyelesaikan urusan tersebut hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Pihak yang kepentingannya diwakili diwajibkan memenuhi perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh si wakil itu atas namanya, dan mengganti semua pengeluaran yang sudah dilakukan oleh si wakil tadi.

Sumber pustaka : Mariam,D.B., Sutan Remy .S., Heru.S., Faturrahman Dj., dan Taryana Soenandar. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan., Ed. Pertama., Citra Aditya Bakti., Bandung.

0 komentar :

Post a Comment

Terima kasih atas commentnya, Comment anda sangat bermanfaat bagi saya... Semoga bermanfaat.