Thursday, October 18, 2012

Hukum Memakan Daging Hewan Qurban Sendiri

Pertama,
Tidak diperbolehkan bagi orang yang berqurban untuk memakan daging hewan qurbannya sendiri jika qurban yang dikerjakan adalah qurban wajib. Begitu pula tidak diperbolehkan memakan daging hewan qurban yang ia qurbankan untuk orang lain, termasuk untuk orang yang sudah meninggal dunia atau orang tersebut murtad sewaktu pelaksanaan qurban.

Sedangkan apabila qurban yang dikerjakan adalah qurban sunat, maka diperbolehkan ikut memakan daging tersebut berdasarkan peng-qiyas-an pada firman Alloh ; 

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

"Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir". (Al-Hajj : 28)

Sebagian ulama' madzhab Safi'i dan sebagian ulama' salaf berpendapat bahwa memakan daging qurban tersebut hukumnya wajib berdasarkan dhohir ayat diatas. Namun mayoritas ulama' madzhab Syafi'i menyatakan bahwa perintah tersebut tidak wajib dengan pertimbangan ayat lainnya, yaitu ;

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ

"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah". (Al-Hajj : 36)

Dari ayat ini mereka berkesimpulan bahwa sesuatuyang dijadikan untuk kita, berarti kita boleh memilih antara mengerjakannya atau tidak. Sedangkan menurut pendapat yang mayoritas kalangan ulama' madzhab Syafi'i hukum memakan daging qurban sunat adalah sunat untuk tujuan tabarruk (mendapatkan keberkahan), dan ini juga merupakan pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah . Pendapat ini dikuatkan dengan hadits Nabi ;

عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ، مَوْلَى ابْنِ أَزْهَرَ، قَالَ: شَهِدْتُ العِيدَ مَعَ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ: " هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا: يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ، وَاليَوْمُ الآخَرُ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ

"Dari Abu 'Ubaid , budak Ibnu Azhar, ia berkata; "Saya menyaksikan Ied bersama Umar bin Khatthab . Dia berkata; 'Ada dua hari yang Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam melarang untuk berpuasa; hari raya Idul Fitri kalian ini, dan hari di mana kalian memakan binatang kurban kalian". (Shohih Bukhori, no.1990)

Kedua,
Dalam satu hadits disebutkan ;

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْفِطْرِ لَمْ يَخْرُجْ حَتَّى يَأْكُلَ شَيْئًا , وَإِذَا كَانَ الْأَضْحَى لَمْ يَأْكُلْ شَيْئًا حَتَّى يَرْجِعَ , وَكَانَ إِذَا رَجَعَ أَكَلَ مِنْ كَبِدِ أُضْحِيَّتِهِ

"Ketika hari raya Idul Fitri, Rosululloh tidak keluar dulu sebelum makan sesuatu, dan ketika hari raya qurban beliau tidak memakan apapun sampai keluar. Saat kembali, beliau memakan hati dari hewan qurbannya". (As-Sunan Al-Kubro Lil-Baihaqi, no.6161).

Berdasarkan hadits diatas ulama' menyatakan kesunatan untuk memakan hati hewan qurbannya sebagaimana yang dilakukan oleh Rosululloh.Adapun hikmah pemilihan hati dari hewan tersebut adalah tafa'ul (mengharapkan kebaikan) bisa masuk surga, sebab makanan pertama yang dihidangkan kepada penghuni surga adalah hati ikan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhori ;

أَوَّلُ طَعَامٍ يَأْكُلُهُ أَهْلُ الجَنَّةِ زِيَادَةُ كَبِدِ حُوتٍ 

"Makanan yang pertama dimakan oleh penghuni surga adalah hati dari ikan".

Ketiga,
Menurut qoul jadid (pendapat Imam Syafi'i yang baru) dan ini merupakan pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Syafi'i batasan maksimal daging yang boleh dimakan adalah sepertiganya, sedangkan menurut qoul qodim batasannya adalah separuhnya. Dan yang paling afdhol adalah hanya memakan sedikit saja dari daging qurbannya, dan mensedekahkan kelebihannya. 

Keempat,
Imam Rofi'i menyatakan bahwa orang yang berqurban mendapatkan pahala mengerjakan qurban secara keseluruhan, sedangkan pahala sedekah yang ia dapatkan tergantung dari berapa daging yang tersisa jika ia ikut memakannya. Pendapat ini juga didukung oleh Imam Nawawi sebagaimana yang beliau sebutkan dalam kitab Al-Majmu'. Wallohu A'lam  

Referensi :
1. Tuhfatul Muhtaj, Juz : 9 Hal ; 363-365
2. Nihayatul Muhtaj, Juz : 8 Hal : 141-142
3. Mughnil Muhtaj, Juz : 6 Hal : 134
4. Asnal Matholib, Juz : 1 Hal : 545
5. Hasyiyah Al-Jamal, Juz : 5 Hal : 260
6. Hasyiyah Qulyubi Wa Umairoh, Juz : 4 Hal : 255
7. Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz : 8 Hal : 419
8. Tafsir Al-Munir, Juz : 17 Hal : 196
9. Shohih Bukhori, Juz : 8 Hal : 113

Sumber : Fiqih Kontemporer
Oleh : Assubky Al Masyriq, Choirul Amanah, Kudung Khantil Harsandi Muhammad dan Siroj Munir

0 komentar :

Post a Comment

Terima kasih atas commentnya, Comment anda sangat bermanfaat bagi saya... Semoga bermanfaat.