Monday, March 14, 2011

HUKUM JUAL BELI SECARA KREDIT

Pengertian jual beli secara kredit
Jual beli secara istilah pengertiannya adalah pertukaran harta dengan harta untuk tujuan memiliki dengan ucapan ataupun perbuatan.1
Kredit dalam bahasa arab disebut تقسيط secara bahasa berarti bagian, jatah atau membagi-bagi.2
Yang kemudian secara istilah (terminologis) dikatakan : “Mengkredit artinya adalah membayar hutang tersebut dengan cicilan yang sama pada beberapa waktu yang ditentukan.” (Mu’jamul Wasith 2/140)
Dengan demikian, pengertian jual beli kredit secara istilah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.”

Hukum Jual beli kredit

Telah terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang hukum jual beli dengan cara kredit. Penyebab dari perbedaan pendapat ulama’ tersebut adalah terletak pada adanya penambahan harga sebagai konsekwensi dari ditundanya pembayaran apakah ia masuk tidak kepada larangan hadits yang berbunyi : “Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW, bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.” (HR. Tirmidzi, Nasa’I dan lainnya)
Adapun kredit yang tidak adanya perubahan harga dari kontannya maka keluar dari pembahasan ini, karena jelas kehalalannya.
1. Jual beli kredit di haramkan
Diantara yang berpendapat demikian dari kalangan ulama’ kontemporer adalah Al Albani yang beliau cantumkan dalam banyak kitabnya, diantaranya Silsilah Ahadits Ash Shohihah. Juga Syaikh Salim Al Hilali dalam kitab Mausu’ah Al Manahi Asy Syar’iyah dan juga lainnya. Mereka berpendapat bahwa jual beli secara kredit adalah masuk kedalam larangan jual beli dua transaksi dalam satu transaksi sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.
Mereka menafsirkan hadits “Dua transaksi jual beli daam satu transaksi” adalah seperti ucapan seorang penjual atau pembeli : “Barang ini kalau tunai harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu.”
Dari sini, pendapat ini menyimpulkan bahwa ucapan seseorang : “Saya jual barang ini padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda pembayarannya harganya sekian.” Adalah sistem jual beli yang saat ini dikenal dengan nama jual beli kredit dan haram hukumnya.
2. Jual beli kredit diperbolehkan
Jumhur ulama membolehkan praktik jual beli kredit (bai’ bit Taqsith) tanpa bunga, diantaranya adalah Imam Al-Khathabi dalam Syarh Mukhtashar Khalil (IV/375), Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ah Fatawa (XXIX/498-500), Imam Syaukani dalam Nailul Authar (V/249-250), Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni dengan menukil pendapat Thawus, Hakam dan Hammad yang membolehkannya (IV/259).

Demikian juga ulama' muta'akhirin semisal syaikh Yusuf Qardhawi dan Bin Baz membolehkan praktik jual beli dengan cara kredit.
Syekh Abdul Wahhab Khallaf seperti dimuat dalam majalah Liwa’ul Islam, no. 11 hlm. 122 juga memandangnya halal.

Fatwa Muktamar pertama al-Mashraf al-Islami di Dubai yang dihadiri oleh 59 ulama internasional, fatwa Direktorat Jenderal Riset, Dakwah dan Ifta’ serta Komisi Fatwa Kementrian Waqaf dan Urusan Agama Islam Kuwait semua sepakat bahwa tidak ada larangan bagi penjual menentukan harga secara kredit lebih tinggi daipada ketentuan harga kontan. Penjual boleh saja mengambil keuntungan dari penjualan secara kredit dengan ketentuan dan perhitungan yang jelas. (Majalah asy-Syari’ah Kuwait, Rajab 1414, hlm.264, Majalah al-Iqtishad al-Islami, I/3 th 1402, hlm. 35, Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, no. 6 Rabi’ Tsani, 1403H, hlm.270)
Dalil-dalil yang digunakan oleh pendapat ini diantaranya adalah :
Pertama : Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda.
· Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.” (2 : 272)
Ibnu Abbas ra. menjelaskan : “Ayat ini diturunkan berkaitan dengan jual beli As Salam4 saja.”
Imam Al Qurthubi menerangkan :“Artinya, kebiasaan masyarakat Madinah melakukan jual beli salam adalah penyebab turunnya ayat ini, namun kemudian ayat ini berlaku untuk segala bentuk pinjam meminjam berdasarkan ijma’ ulama’.”5
· Dari Aisyah berkata : “Sesungguhnya Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau kepada orang tersebut sebagai gadai.” (Muttafaqun ‘alaih)
Hadits ini dengan tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mendapatkan barang kontan namun pembayarannya tertunda.
Kedua : Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena penyicilan.
· Firman Allah Ta’ala : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (QS. An Nisa’ : 29)
Keumuman ayat ini mencakup jual beli kontan dan kredit, maka selagi jual beli kredit dilakukan dengan suka sama suka maka masuk dalam apa yang diperbolehkan dalam ayat ini.
· Dari Abdullah bin Abbas berkata : “Rasulullah SAW datang ke kota Madinah, dan saat itu penduduk Madinah melakukan jual beli buah-buahan dengan cara salam dalam jangka satu atau dua tahun, maka beliau bersabda : “Barangsiapa yang jual beli salam maka hendaklah dalam takaran, timbangan dan waktu yang jelas.” (Muttafaqun ‘alaih)
Pengambilan dalil dari hadits ini, bahwa Rasulullah SAW membolehkan jual beli salam asalkan takaran dan timbangan serta waktu pembayarannya jelas, padahal biasanya dalam jual beli salam uang untuk membeli itu lebih sedikit daripada kalau beli langsung ada barangnya. Maka begitu pula dengan jual beli kredit yang merupakan kebalikannya yaitu barang dahulu dan uang belakangan meskipun lebih banyak dari harga kontan.
Ketiga : Dalil Ijma’
Dibolehkannya jual beli dengan kredit dengan perbedaan harga adalah kesepakatan jumhur ulama’ dan kaum muslimin.6
Fiqh Hanafiyah, harga bisa dinaikkan karena penundaan waktu. Penjualan kontan dengan kredit tidak bisa disamakan. Karena yang ada pada saat ini lebih bernilai dari pada yang belum ada. (Lihat Badai’ush Shana’I 5/187)
Fiqh Malikiyah, berkata Imam Syathibi : “Penundaan salah satu alat tukar bisa menyebabkan pertambahan harga.” (Lihat Al Muwafaqat 4/41)
Imam Zarqani menegaskan : “Karena perputaran waktu memang memiliki bagian nilai, sedikit atau banyak, tentu berbeda pula nilainya. (Lihat Hasyiyah Az Zarqani 3/165)
Fiqh Syafi’iyah, Imam Syirazi berkata : “Kalau seseorang membeli sesuatu dengan pembayaran tertunda, tidak perlu diberitahu harga kontannya, karena penundaan pembayaran memang memiliki nilai tersendiri.” (Lihat Al Majmu An Nawawi 13/16)
Fiqh Hanbali, Ibnu Taimiyah berkata : “Putaran waktu memang memiliki jatah harga.” (Majmu’ Fatawa 19/449)
Keempat : Dalil qiyas
Bahwasannya jual beli kredit ini dikiaskan dengan jual beli salam yang dengan tegas diperbolehkan Rasulullah SAW, karena ada persamaan, yaitu sama-sama tertunda. hanya saja jual beli salam barangnya yang tertunda, sedangkan kredit uangnya yang tertunda. Juga dalam jual beli salam tidak sama dengan harga kontan seperti kredit juga hanya bedanya salam lebih murah sedangkan kredit lebih mahal.
Kelima : Dalil Maslahat
Jual beli kedit ini mengandung maslahat baik bagi penjual maupun bagi pembeli. Karena pembeli bisa mengambil keuntungan dengan ringannya pembayaran karena bisa diangsur dalam jangka waktu tertentu dan penjual bisa mengambil keuntungan dengan naiknya harga, dan ini tidak bertentangan dengan tujuan syariat yang memang didasarkan pada kemaslahatan ummat. Berkata Syaikh Bin Baz : “Karena seorang pedagang yang menjual barangnya secara berjangka pembayarannya setuju dengan cara tersebut sebab ia akan mendapatkan tambahan harga dengan penundaan tersebut. Sementara pembeli senang karena pembayarannya diperlambat dan karena ia tidak mampu mambayar kontan, sehingga keduanya mendapatkan keuntungan.”7

Pendapat yang rajih

Yang nampak bagi kami –Wallahu a’lam- bahwasanya yang paling rajih adalah pendapat yang kedua yang mengatakan bahwa jual beli kredit dibolehkan,dengan syarat tidak melanggar ketentuan umum jual beli menurut syariat. Hal ini karena hadits diatas bukan merupakan nash tentang diharamkannya jual beli kredit, karena para ulama’ masih berselisih tajam mengenai arti dari lafadz “Dua transaksi dalam satu transaksi.” Padahal sudah maklum dalam kaidah bahwa pada dasarnya semua bentuk muamalah halal kecuali kalau ada yang mengharamkan.8

Sanggahan terhadap para ulama’ yang mengharamkannya

Hadist tentang larangan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli sama sekali tidak bisa dibawa dalam masalah ini, karena seorang penjual kalau mengatakan : “Saya menjual barang ini kalau tunai dengan harga Rp 100.000,- misalnya sedangkan kalau dibayar sampai tahun depan dengan harga Rp 120.000,-.”
Maka ini ada dua kemungkinan :
  • Saat masih tawar menawar, maksudnya saat pembeli masih menimbang-nimbang apakah dia memilih yang tunai ataukah yang tahun depan, maka ini adalah proses tawar menawar. Dan sudah maklum bahwa proses tawar menawar bukan jual beli.
  • Kalau kemudian pembeli mengatakan : “Saya membelinya dengan Rp 120.000,- sampai tahun depan, setiap bulannya insyaallah akan saya bayar 10.000,-, maka ini adalah satu transaksi jual beli bukan dua.
Sekarang mari kita lihat penafsiran para ulama’ tentang hadits Abu Hurairah yang telah disebutkan diatas :
Berkata Imam Tirmidzi : Para ulama’ menafsirkan bahwa yang disebut sebagai dua jual beli dalam satu jual beli adalah seperti yang mengatakan : “Saya menjual baju ini kepada anda dengan harga sepuluh dinar tunai, atau dua puluh dinar dengan pembayaran tertunda.” Sementara hingga mereka berpisah, mereka tidak mengambil salah satu dari dua transaksi tersebut. Kalau si pembeli mengambil salah satu transaksi itu saja saat berpisah, maka hukumnya mubah.” (Sunan Tirmidzi 3/524)
Imam al Qurtubi berkata : “Penafsiran tentang larangan dua jual beli dalam satu jual beli memiliki dua sudut pandang :
  • pertama : Seseorang yang berkata : saya menjual pakaian ini kepada anda seharga sepuluh dinar kontan dan lima belas dinar kredit.” Bentuk semacam ini tidak diperbolehkan, karena tidak diketahui mana harga yang dipilih oleh pembeli dan transaksi mana yang dilakukan.
  • Kedua : Orang yang berkata : saya menjual budak ini kepada anda seharga 20 dinar dengan syarat anda menjual budak wanita anda kepada saya seharga sepuluh dinar.” Jual beli seperti ini jelas haram.
Adapun apabila seseorang menjual dua barang dengan satu harga, seperti menjual sebuah rumah plus sepotong pakaian, hukumnya mubah saja. Bukan termasuk dua jual beli dalam satu jual beli. (Ma’alalimus sunan 9/238). Dan masih banyak lagi perkataan para ulama’ yang senada dengan diatas.9

Beberapa hal yang berkaitan dengan jual beli kredit

Ada beberapa hal yang erat kaitannya dengan jual beli kredit, kita sebutkan yang kami anggap paling penting :
· Jual beli kredit harus dengan barang dan harga yang jelas serta waktu pembayaran yang jelas. Sebagaimana nash Rasulullah dalam masalah salam.
Kalau tidak ada kejelasan dalam sistem kredit, maka transaksi menjadi haram karena ada unsur jahalah (ketidak jelasan dalam sebuah transaksi).
· Barang yang tidak boleh menjual belikannya dengan sitem kredit. Masalah ini sangat erat hubungannya dengan masalah riba nas’iah.10
Rasulullah SAW bersabda : “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jemawut denga jemawut, kurma dengan kurma, garam engan garam, harus dilakukan dengan takaran yang sama atau ukuran yang sama secara kontan dari tangan ke tangan.” (HR. Muslim 1587)
Keenam barang ini dan yang sejenisnya adalah yang tidak diperbolehkan kredit dan harus secara kontan.
Kesimpulan : Dari pembahasan diatas, bisa ditarik garis kesimpulan sebagai berikut :
· Kredit adalah Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.
· Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini, ada yang mengharamkan dan ada yang membolehkan. Dan yang paling rajih adalah dibolehkannya jual beli kredit dengan beberapa syarat dan ketentuan. Sedangkan yang mengharamkan adalah pendapat yang lemah dan telah terbantahkan.
· Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan bagi pelaku jual beli kredit.

---------
1. Lihat Taisir Allam oleh Syaikh Ali Bassam 2/232.
2. Lihat Al Qomus Al Muhith hal : 881 dan lisanul arab Imam Ibnu;l Mandzur hal : 3626.
3. Lihat Al Manahi Asy Syariyah 2/221-222.
4. Jual beli salam adalah kebalikan kredit yaitu uang dibayar dimuka kontan sedangkan barang diberikan secara tertunda.
5. Lihat Tafsir Al Qurthubi 3/243.
6. Lihat Ahkamul Fiqh oleh Syaikh Abduloh Al Jarulloh hal : 57-58 dan Majmu’ Fatawa 29/499.
7. Ahmkamul Ba’I disusun oleh Syaikh Jarulloh hal : 58.
8. Lihat I’lamul Muwaqqi’in oleh Imam Ibnul Qoyyim 1/344.
9. Lihat Al Mughni Ibnu Qudamah 6/333, Nailul Author Syaukani 5/151-153, Syarhus sunnah Al Baghowi 8/143 dan lainnya.
10. Riba Nasiah ialah tambahan yang sudah ditentukan di awal transaksi, yang diambil oleh si pemberi pinjaman dari orang yang menerima pinjaman sebagai imbalan dari pelunasan bertempo.

Sumber : http://ad-dai.blogspot.com/2010/10/hukum-jual-beli-secara-kredit.html

0 komentar :

Post a Comment

Terima kasih atas commentnya, Comment anda sangat bermanfaat bagi saya... Semoga bermanfaat.