Siang menjelang sore itu aku terduduk kelelahan di ruang makan. Bersandar ke dinding sambil menghela nafas panjang. Suamiku datang melihatku terkulai lemah. Ia pun bertanya, “Kenapa, Ti?” katanya sambil mengambil kursi dan duduk di depanku. Mataku menerawang jauh, teringat hadits-hadits tentang “istri sholehah yang menyenangkan bila dipandang”, sungguh ketika itu aku jauh dari itu.
Aku tersenyum dan berkata pelan, “Bang, apa ya hikmahnya… istri itu
Suamiku terdiam, ada kesan yang tidak mengenakkan memang dari pertanyaanku, tapi bukan maksudku untuk membuatnya merasa tidak nyaman, hanya tiba-tiba saja teringat tentang ciri-ciri istri sholehah “yang menyenangkan jika dipandang” itu tadi, yang nurut sama suami walaupun capeknya dah minta ampun, bahkan kalau diminta mengambilkan air putih sekalipun…
Jadi ingat kisah seorang istri, yang lagi baringan saking capeknya… Si istri pun berkisah, “Heran deh ma suami tuh, udah tahu kita dah seharian kerja ngurusin rumah, masih juga disuruh ngambilin air putih, padahal gelasnya tuh lebih deket ke dia. Kalo dibilang, “ya elah say, gelasnya
Jawaban yang terlalu sederhana dan terlalu umum, pikirku. Aku menganggapnya angin lalu, karena kupikir suamiku hanya ingin membesarkan hatiku.
Tapi suamiku pun melanjutkan, “Ummu Sulaim -radhiyallahuánha- waktu anaknya meninggal dunia, dia masih tetap melayani suaminya, persis di malam waktu anaknya meninggal dunia… Coba bayangin, pas anaknya meninggal nih, malemnya dia layani suaminya. Karena suaminya baru pulang, nggak pingin dia menyusahkan suaminya, masa’ udah capek dikasih kabar buruk. Padahal sedihnya kayak apa coba anaknya meninggal… Trus apa kata Nabi, barokah!”. Aku pun teringat kisahnya…
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa seorang anak dari Abu Thalhah sakit. Ketika Abu Thalhah keluar, anak itu meninggal. Ketika Abu Thalhah kembali, dia bertanya, “Bagaimana anakku?” Ummu Sulaim menjawab, “Ia dalam kondisi sangat tenang,” seraya menghidangkan makan malam kepadanya, dan dia pun makan. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ummu Sulaim berkata, “Jangan beritahukan kepada Abu Thalhah tentang kematian anaknya.” Kemudian ia melakukan tugasnya sebagai isteri kepada suaminya, lalu suaminya berhubungan intim dengannya. Ketika akhir malam, ia berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu bila keluarga si fulan meminjam suatu pinjaman, lalu memanfaatkannya, kemudian ketika pinjaman itu diminta, mereka tidak suka?” Ia menjawab, “Mereka tidak adil.” Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu, fulan, adalah pinjaman dari Allah dan Dia telah mengambilnya.” Abu Thalhah beristirja’ (mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaaa ilaih raaji’uun) dan memuji Allah seraya mengatakan, “Demi Allah, aku tidak membiarkanmu mengalahkanku dalam kesabaran.” Pada pagi harinya, dia datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihatnya, beliau bersabda, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua di malam hari kalian”.[2]
Subhanallah, indah sekali kisah ini. Merontokkan segala kelelahanku… Sambil mengangguk-angguk, kukatakan pada suamiku, “Makasih ya bang…” Semoga aku selalu ingat, bila penat mengguncang semangat untuk taat… yang menyadari, curhat terbaik memang kepada suami…
[1] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3237, 5193, 5194), Muslim (no. 1436), Ahmad (II/255, 348, 386, 439, 468, 480, 519, 538), Abu Dawud (no. 2141) an-Nasa-i dalam ‘Isyratun Nisaa’ (no. 84), ad-Darimi (II/149-150) dan al-Baihaqi (VII/292), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, “Artinya : Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidur (untuk jima’/bersetubuh) dan si isteri menolaknya [sehingga (membuat) suaminya murka], maka si isteri akan dilaknat oleh Malaikat hingga (waktu) Shubuh.” Dalam riwayat lain (Muslim) disebutkan: “sehingga ia kembali”. Dan dalam riwayat lain (Ahmad dan Muslim) disebutkan: “sehingga suaminya ridha kepadanya”. Yang dimaksud “hingga kembali” yaitu hingga ia bertaubat dari perbuatan itu. [Fat-hul Baari (IX/294-295)] Lihat artikel tentang hak suami atas istri, dan juga hak istri atas suami
[2]Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5470) kitab al-‘Aqiiqah, Muslim (no. 2144), kitab Fadhaa-ilush Shahaabah, Ahmad (no. 11617). Lihat kisah teladan Ummu Sulaim