Seperti kita ketahui bersama bahwa haji merupakan
salah satu rukun Islam, sebagaimana sholat dan zakat. Setiap orang yang sudah
muslim yang mampu wajib melaksanakannya. Perhatikan Ali Imrah ayat 97
“…mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”. Haji sendiri fardhunya sekali
dalam seumur hidup. Adapun haji selanjutnya sunnah hukumnya. Lantas lebih utama
mana melaksanakan pengulangan dalam ibadah haji dengan amal atau shodaqah yang
mempunyai fungsi sosial jauh lebih luas? semisal pembangunan madrasah,
pembangunan jembatan atau mushalla.Memang banyak tipe
manusia, bermacam rupa pola pikirnya. Ada yang telah mampu dan memenuhi syarat
haji tetapi tidak juga melaksanakan kewajibannya. Ada yang –sebenarnya- belum
memenuhi syarat dan belum mampu, tetapi memaksakan diri untuk melaksanakannya.
Dan adalagi yang telah menunaikan haji tetapi merasa belum puas sehingga
mengulang lagi melaksanakan haji untuk yang kedua kali atau yang kesekian kalinya.
Sedangkan orang yang berulang-ulang pergi haji
juga bermacam-macam motifnya. Ada yang merasa haji pertamanya tidak sah sebab
tidak memenuhi rukunnya, sehingga memerlukan pergi haji lagi guna mengqadhanya.
Ada pula haji yang kedua untuk menghajikan kedua orang tuanya. Ada pula yang
beralasan kurang puas dengan haji yang pertama. Jika alasannya ‘puas-tidak
puas’ tentunya ini berhubungan dengan kemantapan di hati. Entah merasa kurang
khusu’ atau memang merasa ketagihan dengan pengalaman bathin ketika haji
pertama. Memang perlu dicatat banyak sekali haduts yang menerangkan keutamaan
haji misalnya:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: العمرة
كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء الا الجنة (متفق عليه)
Rasulullah saw bersabda: Umrah ke umrah itu
menghapus dosa antar keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya
kecuali surge.(Muttafaq Alaih) dan masih banyak lagi hadits semacam ini.
Jika demikian, pertanyaa lebih afdhal mana
menggunakan dana untuk mengulang haji dan amal yang bermanfaat umum? Jawabannya
tergantung dari mana sudut pandangnya. Karena masing-masing memiliki dalil
fadhilah, dan keduanya bisa dibenarkan. Namun hendaknya perlu dipertimbangkan
satu kaedah fiqih yang berbunyi:
المتعدى أفضل من القاصر
Amal yang mberentek (manfaatnya meluas) lebih afdhal dari amal yang terbatas.
Artinya, amal yang jelas-jelas memiliki manfaat
lebih luas lebih afdhal dari pada amal yang hanya memuaskan diri sendiri. Oleh
karena itu Imam Syaf’ir pernah berujar “menuntut ilmu lebih utama dari pada
sholat sunnah”. Dengan kata lain menuntut ilmu yang manfaatnya dapat dirasakan
oleh orang banyak, lebih utama dari pada sholat sunnah yang pahalanya hanya
dirasakan untuk individu.
Meski demikian, namanya juga manusia sering kali
terkalahkan oleh ego pribadinya. apalagi jika ia memiliki legitimasi dalil
keagamaan ataupun dalil social yang lain. Seolah apa yang ia lakukan adalah
sebuah kebenaran. Oleh karena itu, jawaban dari pertanyaan ini adanya di dalam
hati. Karena banyak sekali orang yang mementingkan diri sendiri. Yang penting
dirinya masuk surga tak peduli saudara dan tetangga masuk neraka. Seperti
halnya mereka yang tega kenyang sendiri sementara tetangga dan keluarga lain
kelaparan.
Sumber:
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,11-id,34574-lang,id-c,syariah-t,Mana+Lebih+Afdhal++Haji+Kesekian+Kali+atau+Bersedekah+-.phpx
Fiqih Keseharian Gus Mus
0 komentar :
Post a Comment
Terima kasih atas commentnya, Comment anda sangat bermanfaat bagi saya... Semoga bermanfaat.