Monday, January 25, 2010

DALALAH MUTHLAQ DAN MUQAYYAD


BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa Nash Al-Qur’an dan As-Sunnah ditulis dengan menggunakan bahasa arab yang kaya akan arti sehingga membuka peluang bagi para penafsir untuk menafsirkannya, Adapun cara untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan penafsiran adalah perlu adanya pemahaman lafal nash secara benar[1] dan mengetahui beberapa karakteristiknya.

Dalam suatu buku[2] dituliskan beberapa bentuk pemahaman lafal nash dan karakteristiknya, akan tetapi dalam paparan ini akan diambil salah satu dari beberapa bentuk tersebut sebagai salah satu cara untuk memperlancar proses pemahaman lafal nash yaitu penggunaan dalalah Muthlaq dan Muqayyad

  1. Rumusan masalah

Tentunya banyak hal yang menjadi suatu pertanyaan dan perlu dikaji dalam pemahaman dalalah muthlaq dan muqayyad yang disimpulkan dalam beberapa rumusan masalah yaitu:

Ø Bagaimana penggunaan dalalah Muthlaq dan Muqayyad dalam pemahaman lafal nash

Ø Sejauh mana peran penggunaan dalalah Muthlaq dan Muqayyad

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Muthlaq dan Muqayyad

Ø Muthlaq

Pengertian mengenai Muthlaq secara bahasa diambil dari kata طلق yang artinya umum atau tidak berkait[3]. Sedangkan menurut istilah dikemukakan oleh beberapa ulama’ ushul fiqih, di antaranya:

· Muhammad Jawad Mughniyah[4]

إن المطلق هو اللّفظ الدّال على الماهية بلا قيد

Bahwa Muthlaq adalah suatu lafal yang menunjukkan kepada suatu pengertian tanpa diikat oleh batasan tertentu

Maksudnya Muthlaq adalah suatu lafal yang menunjukkan satu bagian atau jenis tanpa ada pengecualiannya.

· Mustafa Said Al-Khind[5]

بأن يدلّ على فرد منتشر فى جنسه غير مقيّد لفظا بأيّ قيد يحدّ من انتشاره

Yaitu suatu lafal yang menunjukkan atas suatu Objek yang tercakup dalam jenisnya, tanpa dibatasi oleh suatu batasan dari cakupannya itu.

Sehingga dapat dimaksudkan bahwa Muthlaq adalah suatu lafal nash tertentu yang tidak ada batasan yang mempersempit cakupan artinya

Contoh Muthlaq:

Dalam perkataan: “ أيديكم

فتيمّموا صعيدا طيّبا فامسحوا بوجوهكم وأيديكم , إنّ الله كان عفوّا غفورا

Artinya:

Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); Usaplah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun[6].

Arti mengusap dalam ayat tersebut tidak dibatasi dengan syarat, sifat, dan sebagainya artinya tidak diterangkan apakah semua diusap atau sebagian saja yang jelas harus mengusap tangan dengan debu.

Ø Muqayyad

Sedangkan arti Muqayyad adalah kebalikannya, jika diartikan dari segi bahasa adalah yang diikat, yang dibelenggu, yang didaftarkan, atau yang dikaitkan[7]. Dan sebagaimana Muthlaq dalam pengertiannya secara istilah terdapat beberapa pendapat dari ulama ushul fiqih, di antaranya:

· Syaikh Al-Khudari Beik[8]

المقيّد ما دلّ على فرد أو أفراد شائعة بقيد مستقبل لفظا

Muqayyad ialah lafal yang menunjukkan kepada suatu obyek(afrad) atau beberapa obyek tertentu yang dibatasi oleh lafal tertentu.

· Mustafa Said Al-Khind[9]

دلالة اللّفظ على الماهية مقيّد بقيد ما يقلّل شيوعها أو على مدلول معيّن

Yaitu petunjuk makna lafal kepada sesuatu yang telah dibatasi dengan suatu batasan yang mempersempit cakupannya atau petunjuk lafal tersebut telah tertentu maknanya.

Maksudnya Muqayyad adalah suatu lafal nash yang maknanya telah tertentu karena dibatasi dengan suatu sifat tertentu sehingga pengertiannya lebih spesifik dan pasti.

Batas-batas yang tertentu disebut القائد

Contoh Muqayyad:

فاغسلوا وجوهكم وأيديكم إلى المرافق

“ Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku”.[10]

وأيديكم إلى المرافق

Lafal di atas merupakan Muqayyad, karena dibatasi sifat yang cakupan maknanya spesifik dan terbatas. Jadi jelas membasuh tangan batasannya sampai siku-siku bukan seluruh tangan.

  1. Ketentuan Muthlaq dan Muqayyad

Apabila terdapat suatu lafal yang muthlaq maka ia mengandung ketentuan secara muthlaq (tidak dibatasi), dan apabila terdapat suatu lafal yang muqayyad maka ia mengandung ketentuan secara muqayyad pula. Maka dari itu keduanya tidak boleh dicampur adukkan, Sehingga dengan sendirinya hukum dalam ketentuan muthlaq dan muqayyad harus berbeda. Akan tetapi dari ketentuan yang telah disebutkan tidak pasti karena terdapat suatu pengecualian yaitu jika dalam lafal Muthlaq terdapat suatu dalil yang memberi qayyid maka kemuthlakan dalam lafal muthlaq sudah tidak berlaku lagi.

  1. Hubungan Muthlaq dan Muqayyad serta Pengamalannya

Jika dalam suatu lafal, di suatu tempat berbentuk Muthlaq dan di suatu tempat berbentuk Muqayyad, maka terdapat empat kemungkinan:

1. Adanya persamaan sebab dan hukum

Contoh Muthlaq:

حرمت عليكم الميتة والدام ولحم الخنزير

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi”.[11]

Contoh Muqayyad:

قل لآأحد فى ما أوحى إلىّ على طاعم يطعمه إلاّ أن يكون ميتة أو دما مسفوحا أو لحم خنزير

“ Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi”[12]

Dari kedua ayat di atas mempunyai sebab yang sama yaitu hendak memakan darah. Dalam ayat pertama disebutkan الدام mengandung lafal muthlaq (tidak dibatasi). Dalam ayat kedua disebutkanأودما مسفوحا sehinngga bisa merubah lafal muthlaq di atas menjadi muqayyad, dalam istilahnya disebut حمل المطلق على المقيد

Dengan demikian darah yang diharamkan dalam ayat pertama yaitu darah yang mengalir sebagaimana ayat yang kedua.

2. Adanya Perbedaan sebab dan hukum

Contoh Muthlaq:

والسّارق والسّارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا

“ Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan”[13]

Contoh Muqayyad:

يأيّهاالذين أمنوا إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكم وأيديكم إلى المرافق

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku”[14]

Dari kedua ayat di atas, menyatakan bahwa Muthlaq tidak dibawa ke muqayyad لايحمل المطلق على المقيّد dalam artian ayat yang kedua tidak bisa menjadi penjelasan dari ayat yang pertama. Karena sebab dan hukum dari kedua ayat tersebut berbeda. Maka ia tetap pada tempatnya masing-masing[15].

Adapun sebab dan hukumnya adalah:

Ø Perbedaan sebab : Hendak sholat dan pencurian

Ø Perbedaan hukum : Wudlu dan pemotongan tangan

3. Adanya perbedaan hukun, akan tetapi sebabnya sama

Contoh Muthlaq:

التيمّم ضربة للوجه واليدين

“ Tayammum adalah sekali mengusap debu untuk muka dan kedua tangan”

Contoh Muqayyad:

إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكم وأيديكم الى المرافق وامسحوا برؤسكم وأرجلكم الى الكعببن

" apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki"[16]

Kedua contoh di atas antara Muthlaq dan Muqayyad tidak bisa disatukan, tetap pada tempatnya masing-masing[17], jadi ayat yang muqayyad tidak bisa menjadi penjelasan Muthlaq (dalam contoh di atas) karena mereka mempunyai hukum yang berbeda yaitu tayammum dan wudlu meskipun sebabnya sama yaitu hendak sholat.

4. Adanya persamaan hukum, akan tetapi sebabnya berbeda

Contoh Muthlaq

والّذين يظهرون من نّسآئهم ثمّ يعودون لما قالوا فتحرير رقبة من قبل أن يتمآسّا

“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur”[18]

Contoh Muqayyad:

ومن قتل مؤمنا خطأ فتحرير رقبة مؤمنة

"dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman" [19]

Kedua ayat tersebut di atas berisi hukum yang sama yakni pembebasan budak, akan tetapi mengandung sebab yang berlainan yakni ayat pertama disebabkan karena dzihar, sedangkan ayat kedua disebabkan oleh pembunuhan tanpa sengaja.

Antara Muthlaq dan Muqayyad yang mempunyai hukum yang sama dan sebab yang berbeda, dalam pengamalannya terdapat suatu perbedaan. Di antaranya:

1. Golongan Hanafiah, mereka menyatakan bahwa Muthlaq tidak dibawa ke Muqayyad[20], Muthlaq dan Muqayyad tetap pada tempatnya sendiri-sendiri. Mereka beralasan bahwa pada dasarnya setiap dalalah lafal nash yang bersumber dari syar’I mengandung ketentuan hukum tersendiri

2. Golongan Jumhur (Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah), Mereka menyatakan bahwa Muthlaq dibawa ke Muqayyad[21]. Mereka beralasan bahwa Al-qur’an ibarat satu perkataan yang wajib membina antara satu bagian dengan bagian yang lain. Jika terdapat satu perkataan di dalam Al-qur’an yang ketentuan hukumnya sudah pasti, maka ketentuan hukum tersebut berlaku sama di semua tempat.


BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa ketentuan penggunaan lafal nash Muthlaq dan Muqayyad adalah “ lafal Muthlaq tetap pada kemuthlakannya selama tidak terdapat dalil yang memberikan qayid dan begitu pula sebaliknya bahwa Muqayyad tetap pada kemuqayyadannya.

Muthlaq dan muqayyad adalah merupakan dua hal yang juga sangat berperan dalam penetapan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku selain dalalah-dalalah yang lain karena keduanya berfungsi sebagai salah satu cara pemahaman lafal nash yang benar.

DAFTAR PUSTAKA

· Al-Qur’anul Karim

· Prof Dr. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Hida Karya Agung, Jakarta

· Drs. Romli SA, M. Ag, Muqaranah Mazahib fil Ushul, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1999

· Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih (Kaidah Hukum Islam), Pustaka amani, Jakarta, Apil 2003

· Drs. Nazar Bakri, Fiqih dan ushul fiqih, Rajawali Pers, Jakarta, April 1996

· Drs. H. Muchlis Usman MA., Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Rajawali pers, Jakarta, November 1999

· Drs. H. A. Syafi,I Karim, Fiqih-Ushul fiqih, Pustaka Setia, Bandung, 1997

· Prof. Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2005

· Drs. Khoirul Umam dan Drs. H. Akhyar Aminuddin, Ushul Fiqih II, Pustaka Setia, Bandung, 1989

· Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih II, Kencana, Jakarta: 2009.



[1] . Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, Pustaka Amani, Jakarta, 2002, hal 199

[2] . Drs. Romli SA, M.Ag., Muqaranah Mazahib fil Ushul, Gaya Media Pratama, Jakarta 1999, hal 175

[3] . Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Hida Karya Agung, Jakarta, hal 239

[4] . Muhammad Jawad Mughniyah, Ilmu Ushul fi Sanbih Al-Jadid, Beirut: Dar al-‘ilm Limalayin, Cet I, 1975, hal 195

[5] . Mustafa Said Al-Khind. Asr al-Ikhtilaf Fi al-Qawa’id al-Ushuliyah Fi Ikhtilaf al-Fuqaha’. Kairo: Muassasah al-Risalah:1969, hal 244

[6] . Q.S. An-Nisa’ 43

[7] . Prof. Dr., Mahmud Yunus, Loc.Cit.Jakarta hal 363

[8] . Syaikh al-Khudari Beik. Ushul al-fiqih. Beirut-Libanon, 1988, hal 191

[9] . Mustafa Said Al-Khind. Loc. Cit. hal 245

[10] . QS. Al-Maidah 6

[11] . QS. Al-Miadah 3

[12] . QS. Al-an’am 145

[13] . QS. Al-Maidah 38

[14] . QS. Al-Maidah 6

[15] . Abdul Karim Zaidan. Fi Ushul al-Fiqih. Baghdad:al-Dar al-Arabiyah Littib’ah. Cet VI 1997

[16] . QS. Al-Maidah 6

[17] . Abdul Karim Zaidan , Loc. Cit

[18] . QS. Al-Mujadalah 3

[19] . QS. An-Nisa’92

[20] . Mustafa Said Al-Khind, Loc. Cit, 250-251.

[21] . Ibid

0 komentar :

Post a Comment

Terima kasih atas commentnya, Comment anda sangat bermanfaat bagi saya... Semoga bermanfaat.